Surah Al Fatihah disebut juga Ummul Kitab dan Ummul Qur’an (Induk Al Qur’an), juga disebut Al Qur’an Al ‘Adzim, karena ia mengandung secara global tujuan-tujuan pokok dan inti dari kandungan Al Qur’an seluruhnya. Secara umum seluruh isi Al Qur’an berbicara tentang hal-hal yang terkait dengan penjelasan hak-hak Al Khaliq (Allah Sang Pencipta) atas makhluk-NYA, kebutuhan dan ketergantungan makhluk pada Khaliq-nya dan pengaturan pola hubungan antara sang Khaliq dan makhluk ciptaan-NYA. Dan semua itu secara global telah disinggung dalam 7 (tujuh) ayat surat agung tersebut.
Al Fatihah dimulai dengan basmallah, yakni dengan menyebut nama Allah yang memiliki sifat Rahmah (kasih sayang) yang sangat luas tak berujung dan tak bertepi. Tanda-tanda Rahmah Allah ini terlihat jelas pada segala sesuatu. Ini menyiratkan makna yang sangat indahbahwa Rahmah inilah yang merupakan asas dan dasar hubungan hamba dengan Rabb-nya. Oleh karena itu sangat tepat jika setelah itu lalu ditegaskan bahwa, hanya Allah sajalah yang berhak atas segala bentuk puja dan puji, berkat kebesaran kenikmatan dan keluasan kerahmatan-NYA yang tampak jelas pada penciptaan, penguasaan, pengaturan dan pemeliharaan atas seluruh alam.
Maka diulangi sekali lagi penyebutan sifat Ar Rahman dan Ar Rohim tersebut, untuk lebih mengingatkan dan menegaskan makna yang dimaksud. Namun disamping sifat Rahman, Allah juga bersifat adil dan akan mengadili hamba-NYA setelah memberikan segala bentuk kerahmatan, pada hari kiamat hari pengadilan dan pembalasan. Pada hari itutak satu makhluk-pun berani mengaku-ngaku atas bentuk kepemilikan dan kekuasaan apapun. Segalanya benar-benar hanya milik Allah semata (QS Ghafir [40] : 16, Al Infithar [82] : 19).
Jadi tarbiyah Allah untuk makhluk-NYA itu tegak atas dasar pemaduan antara unsur targhib (penggairahan / pemberian harapan) melalui sifat Rahmah-NYA dan unsure tarhib (ancaman / peringatan) melalui pengadilan dan keadilan-NYA. Jika demikian adanya maka setiap hamba / manusia wajib berupaya mencari dan menemukan jalan keselamatan bagi dirinya, dan untuk itu hanya ada satu jalan. Dialah jalan ibadah kepada Allah SWT, yang memang merupakan tujuan utama penciptaannya dan risalah kewujudannya di muka bumi ini. (QS Ad Dzariyat [51] :56).
Namun untuk menapaki jalan ini bukan perkara yang mudah, berbagai aral melintang, ujian, cobaan dan godaan senantiasa siap memalingkan dan membelokkan. Oleh karena itu manusia mukmin diarahkan agar senantiasa memohon petunjuk dan hidayah Allah SWT, agar dijaga untuk tetap istiqomah diatas jalan lurus tersebut, dan digabungkan (atas dasar wala’ : cinta, kesetiaan dan loyalitas) bersama kafilah termulia, kafilah manusia-manusia pilihan yang memperoleh kenikmatan hakiki dari Allah SWT ; para Nabiyyin, Shiddiqin, Syuhada’ dan Sholihin (An Nisa’ [4] : 69). Serta agar benar-benar bias bara’ ( melepaskan dan menjauhkan diri) dari kafilah-kafilah manusia-manusia yang dimurka karena kedurhakaannya dan yang tersesat jalan. Amiin.