Surat Ad Dhuha

  • Sumo

Surat Adh-Dhuha terdiri atas sebelas ayat, termasuk golongan surat makiyyah dan diturunkan sesudah surat Al-Fajr. Nama Adh-Dhuha diambil dari kata yang terdapat pada ayat pertama, artinya: waktu matahari sepenggalahan naik. Pokok-pokok isinya: Allah swt sekali-kali tidak akan meninggalkan Nabi Muhammad saw, isyarat dari Allah swt bahwa kehidupan Nabi Muhammad saw dan dakwahnya akan bertambah baik dan berkembang, larangan menghina anak yatim dan menghardik orang-orang yang minta-minta, dan perintah menyebut-nyebut nikmat yang diberikan Allah sebagai tanda bersyukur.

Tafsir Ayat-ayatnya

[1] Demi waktu matahari sepenggalahan naik, [2] Dan demi malam apabila telah sunyi (gelap), [3] Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu.

Para ahli hadis sependapat bahwa ayat ini diturunkan pada masa terhentinya turun wahyu (fatratul wahyi), sehingga Rasulullah saw bersedih hati. Sedemikian besarnya keinginan beliau menerima wahyu itu, beliau berkali-kali pergi ke gua Hira, dengan harapan dapat menerima wahyu itu seperti beliau menerimanya pada kali yang pertama, namun wahyu itu tidak juga kunjung turun, sehingga beliau merasa dirinya ditinggalkan Allah.

Dengan turunnya surah Adh-Dhuha ini, hati Rasulullah menjadi tenteram dan menambah semangat beliau menyampaikan agama Allah. Dalam ayat-ayat ini Allah swt bersumpah dengan dua macam tanda-tanda kebesaran-Nya yaitu dhuha (waktu matahari naik sepenggalah tingginya) bersama cahayanya dengan malam beserta kegelapannya; bahwa Dia tidak meninggalkan Rasul-Nya Muhammad dan tidak pula memarahinya, sebagaimana orang-orang kafir Quraisy mengatakannya atau perasaan Rasulullah sendiri.

Kenapa Allah bersumpah dengan waktu dhuha? Karena waktu dhuha adalah waktu untuk beramal dan berusaha. Demikian juga waktu dhuha teramat berharga bagi umat Islam yaitu disyariatkannya melaksanakan sholat dhuha, sebagaimana pesan Nabi SAW kepada salah seorang sahabat untuk menjaga dua rakaat sholat dhuha (HR Muslim).

[4] Dan sesungguhnya Hari Kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan),

Dalam ayat ini Allah mengungkapkan sesuatu yang melapangkan dada Nabi saw dan menenteramkan jiwa beliau, yaitu dengan menyatakan bahwa keadaan Nabi dalam kehidupannya di hari-hari mendatang lebih baik dari keadaannya di hari-hari yang telah lalu. Kebesarannya akan bertambah dan namanya akan lebih dikenal. Dia akan selalu membimbingnya untuk mencapai kemuliaan dan untuk menuju kepada kebesaran. Seakan-akan Allah swt mengatakan kepada Rasul-Nya: “Apakah engkau kira bahwa Aku akan meninggalkanmu? Bahkan kedudukanmu di sisi-Ku sekarang lebih kokoh dan lebih dekat daripada masa yang lalu”.

[5] Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas.

Dalam ayat ini Allah menyatakan tambahan berita gembira kepada Nabi-Nya, yaitu dengan pernyataan bahwa Allah swt akan terus menerus melimpahkan anugerah-Nya kepada Nabi-Nya, sehingga ia menjadi senang dan bahagia. Di antara pemberian-Nya itu ialah turunnya wahyu terus menerus setelah itu sebagai petunjuk baginya dan bagi umatnya untuk mendapat kebahagiaan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di hari kemudian. Dia akan memenangkan agama yang dibawa Nabi-Nya atas seluruh agama lainnya dan Dia akan mengangkat kedudukan Nabi-Nya di atas kedudukan manusia seluruhnya.

[6] Bukankah dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu dia melindungimu?

Dalam ayat ini Allah mengingatkan nikmat yang pernah diterimanya dengan mengatakan, “Bukankah engkau wahai Muhammad seorang anak yatim, tidak mempunyai ayah yang bertanggung jawab atas pendidikanmu, memenuhi hajat hidupmu serta membimbingmu, tetapi Aku telah menjagamu, melindungimu dan membimbingmu serta menjauhkanmu dari dosa-dosa perilaku orang-orang jahiliyah dan keburukan mereka, sehingga engkau memperoleh julukan  dari mereka “manusia yang sempurna”.

Betapa hebatnya penggemblengan Allah dan asuhan-Nya terhadap Nabi saw. Biasanya keyatiman seorang anak adalah sebab kehancuran akhlaknya karena tidak ada pengasuh dan pembimbing yang bertanggung jawab. Apalagi suasana dan sikap penduduk Mekah lebih dari cukup untuk menyesatkan Nabi bila beliau cenderung kepada mereka. Tetapi perlindungan Allah yang sangat rapi dapat mencegah beliau menemani mereka. Dengan demikian jadilah beliau seorang pemuda yang sangat jujur, selalu bisa dipercaya, tak pernah berdusta dan tidak pernah berlumur dengan dosa orang-orang jahiliyah.

[7] Dan dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu dia memberikan petunjuk.

Dalam ayat ini Allah mengungkapkan, bahwa Allah swt telah mendapatkan Nabi dalam keadaan kebingungan, tiada mempunyai suatu ketegasan walaupun menurut keyakinannya sendiri bangsa Quraisy pun belum mempunyai pegangan yang tepat. Beliau seorang Rasul yang ummi, tidak pandai membaca dan tidak pula tahu menulis. Maka dengan sendirinya beliau tidak mengetahui apa-apa yang terkandung dalam agama-agama yang terdahulu.
Yang sangat membingungkan Nabi saw adalah apa yang dilihatnya di kalangan bangsa Arab sendiri berupa kerendahan akidah mereka, kelemahan pertimbangan mereka disebabkan pengaruh dugaan-dugaan yang salah, kejelekan amal perbuatan mereka, dan keadaan mereka yang terpecah-belah dan suka bermusuhan.

Dalam ayat lain yang hampir sama maksudnya Allah berfirman: “Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu (wahai Muhammad) wahyu (Al-Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidak mengetahui mengenai Al-Kitab (Al-Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu.” (Q.S. Asy Syu’ara’: 52)

[8] Dan dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu dia memberikan kecukupan.
Dalam ayat ini Allah menyatakan bahwa Rasulullah adalah seorang miskin. Ayahnya tidak meninggalkan pusaka baginya kecuali seekor unta betina dan seorang hamba sahaya perempuan. Kemudian Allah memberinya harta benda berupa keuntungan yang amat besar dari memperdagangkan harta Khadijah dan ditambah pula dengan harta yang dihibahkan Khadijah kepadanya dalam perjuangan menegakkan agama Allah.

[9] Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang.
Sesudah Allah menyatakan dalam ayat-ayat terdahulu tentang bermacam-macam nikmat yang diberikan-Nya kepada Nabi-Nya, maka pada ayat ini Dia meminta kepada Nabi-Nya agar mensyukuri nikmat-nikmat tersebut dan terhadap anak-anak yatim, janganlah menghina dan memperkosa haknya.

Sebaliknya hendaklah mendidik mereka dengan adab dan sopan-santun dan menanamkan akhlak yang mulia dalam jiwa mereka, sehingga mereka menjadi anggota masyarakat yang berguna, tidak akan menjadi bibit kejahatan yang merusak orang-orang yang bergaul dengannya. Barangsiapa yang telah merasa kepahitan hidup pada dirinya dalam serba kekurangan maka selayaknya ia dapat merasakan kepahitan itu pada orang lain. Allah telah menghindarkan Nabi-Nya dari kesengsaraan dan kehinaan, maka selayaknya Nabi memuliakan semua anak yatim sebagai tanda mensyukuri nikmat-nikmat Allah yang dilimpahkan-Nya kepadanya.

[10] Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya.

Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada Nabi-Nya agar orang-orang yang meminta sesuatu darinya janganlah ditolak secara kasar dan dibentak, malah sebaliknya diberi sesuatu atau ditolak secara halus. Ada pendapat bahwa yang dimaksud dengan kata “as-sa’ila” adalah orang yang memohon petunjuk, maka hendaknya pemohon ini diladeni dengan lemah-lembut sambil memenuhi permohonannya.

[11] Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan.

Menyebut-nyebut nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada kita bukanlah untuk membangga-banggakan diri, tetapi untuk mensyukuri dan mengharapkan orang lain mensyukuri pula nikmat yang telah diperolehnya. Adat kebiasaan orang-orang kikir adalah menyembunyikan harta kekayaannya untuk menjadi alasan tidak bersedekah dan mereka selalu menunjukkan bahwa mereka kekurangan. Tetapi sebaliknya orang-orang dermawan senantiasa menampakkan pemberian dan pengorbanan mereka dari harta kekayaan yang dianugerahkan Allah kepada mereka dengan menyatakan syukur dan terima kasih kepada Allah atas limpahan karunia-Nya itu.

Banyak hadis yang meriwayatkan bahwa Nabi saw banyak bersedekah kepada orang-orang fakir miskin, menyantuni dan berbuat baik kepada mereka, sehingga pada suatu waktu beliau pernah menyedekahkan semua yang beliau miliki kepada orang-orang yang berhajat, sehingga beliau terpaksa tidur tanpa makan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.