Apakah Anda punya mobil atau sepeda motor? Jika punya, Anda pasti biasa membawanya ke bengkel secara rutin. Mungkin setiap bulan, setiap tiga bulan, atau setiap enam bulan, sesuai dengan kebutuhan. Di bengkel, kendaraan Anda diperiksa komponen-komponennya dan juga kinerjanya. Komponen yang rusak akan diganti. Mesin yang sudah tidak enak akan diperbaiki. Pekerjaan seperti ini biasa disebut oleh para montir bengkel sebagai tune-up.
Bagaimana kendaraan di-tune-up, sangat bergantung pada karakter kendaraannya. Masing-masing jenis dan merek kendaraan memiliki karakternya sendiri-sendiri, sehingga cara perawatan dan reparasinya pun bisa berbeda. Setiap pabrik kendaraan sudah memberikan petunjuk untuk itu. Setiap montir yang melakukan tune-up harus memperhatikan dan mengikuti petunjuk tersebut. Jika tidak, tune-up bisa gagal total.
Dalam hal ini, manusia ada kesamaannya dengan mobil atau sepeda motor yang kita miliki. Sebagaimana mobil, setiap kita juga perlu di-tune-up. Bagaimana cara tune-up-nya? Yang pasti harus mengikuti petunjuk pembuatnya, yakni Allah Yang Maha Pencipta. Jika kita menyalahi petunjuk tersebut, bisa fatal akibatnya. Jika yang gagal tune-up itu kendaraan sih masih bisa ditolerir. Paling-paling kendaraannya makin rusak, dan kalau mau kita bisa ganti dengan yang baru. Ditukar tambah dengan yang lama. Tapi jika yang gagal tune-up itu diri kita? Apa bisa ditukar tambah?
Sebagaimana kendaraan harus rutin tune-up-nya, diri kita juga begitu. Lima kali setiap hari kita harus di-tune-up ringan dengan ritual shalat wajib. Sepekan sekali kita harus menjalani tune-up pekanan dalam bentuk shalat jum’at. Begitu seterusnya. Sampai dengan setahun sekali kita harus menjalani tune-up tahunan dalam bentuk puasa Ramadhan. Tune-up yang ini pasti bukan tune-up ringan. Ini tune-up besar-besaran. Tubuh kita perlu overhaul alias turun mesin.
Hanya saja, turun mesinnya diri kita berbeda dengan mobil. Diri kita adalah entitas yang sangat kompleks. Diri kita bukan hanya fisik, tetapi juga intelektual, emosional, dan spiritual. Kita adalah kombinasi dari jasad, akal dan ruh. Karena itu, tune-up tahunan alias overhaul yang kita jalani harus benar-benar holistik, mencakup semua dimensi diri kita. Dan puasa Ramadhan adalah prosedur baku yang telah didesain oleh Allah untuk itu.
Selama Ramadhan, kita diharuskan berpuasa. Tidak makan dan tidak minum dari shubuh sampai maghrib. Sebelum shubuh kita ‘sarapan’ dan begitu maghrib tiba kita bersegera ‘makan siang’ di-jamak qashar dengan ‘makan malam’. Jika kita benar-benar mengikuti sunnah Nabi dalam berpuasa, misalnya dengan tidak meninggalkan makan sahur, menyegerakan berbuka, tidak berlebih-lebihan dalam makan dan minum, dan memilih menu yang tepat, insyaallah tune-up fisik tahunan pada diri kita akan berjalan sukses. Keluar Ramadhan, badan kita akan menjadi semakin sehat, sebagaimana sabda Rasulullah: ”Berpuasalah, niscaya kalian menjadi sehat.”
Lebih penting dari tune-up dimensi fisik adalah tune-up dimensi non-fisik. Emosi kita di-tune-up besar-besaran dengan cara dikekang dari amarah yang tidak perlu. Moral kita di-tune-up dengan cara dipaksa untuk jujur dan tidak berbohong. Pikiran kita di-tune-up dari berbagai pikiran yang negatif, merusak dan sia-sia. Bacaan Al-Qur’an dan kajian-kajian keagamaan akan me-refresh dan mencerahkan pikiran kita. Dan yang lebih hebat lagi adalah tune-up dimensi spiritual yang kita jalani. Ritual puasa, shalat tarawih, bacaan Al-Qur’an, dzikir, doa, i’tikaf, infaq dan sedekah yang kita lakukan akan ‘mereparasi’ dan menguatkan dimensi spiritual kita. Akhirnya, begitu kita keluar dari ‘bengkel Ramadhan’, kondisi kita sudah benar-benar siip, siap untuk tancap gas menyusuri jalan kehidupan.
Akhirnya, marilah kita benar-benar menikmati proses tune-up tahunan ini. Mari kita ikuti segenap prosedurnya dengan baik, dengan harapan tune-up akan berhasil seratus persen dan kita berhak menyandang label muttaqun, orang-orang yang bertaqwa. (Abdur Rasyid)