Ujian Rumah Tangga

  • Sumo

Pertanyan: dari awal kenal dengan suami, saya mengetahui kondisi ekonominya yang pas-pasan bahkan cenderung kekurangan untuk biaya hidup sendiri. Akan tetapi karena melihat akhlak dan baik solatnya, maka saya pertimbangkan untuk menikah dengannya yang pada saat itu masih memiliki pekerjaan. Seiring berjalannya waktu, saya yang dari masih lajang sudah bekerja memutuskan tetap bekerja pun sampai sekarang, karena alasan suami yang belum bisa sepenuhnya mencukupi nafkah dan kebutuhan sampai sekarang.Apakah hukumnya seorang suami yang lalai / sengaja tidak memberi nafkah dengan alasan istri punya penghasilan sendiri, dan dia merasa tidak mampu ? Apakah saya berdosa sebagai ibu yang melimpahkan kewajiban asuh anak kepada ibu saya karena saya masih terus sibuk mencari nafkah ? .Karena kondisi rumah tangga saya  yang terus demikian membuat sikap ibu saya berubah kurang bersabar, terkadang ibu melampiaskan kekesalannya kepada saya / anak saya. bagaimana sebaiknya menyikapi rumah tangga saya ini ustadz karena ini terus jadi masalah sepanjang rumah tangga?

Jawaban:

Sebelum menjawab pertanyaan diatas. Perlu kami jelaskan terlebih dahulu peran dan tugas suami dan isteri. Salah satu kewajiban suami terhadap istri dan keluarganya adalah memberi nafkah, baik lahir maupun batin. Jika kewajiban memberi nafkah ini tidak dikerjakan maka dia berdosa karena melanggar perintah wajib dari Allah swt. Allah swt berfirman,

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

“Lelaki adalah pemimpin bagi wanita, disebabkan kelebihan yang Allah berikan kepada sebagian manusia (lelaki) di atas sebagian yang lain (wanita) dan disebabkan mereka memberi nafkan dengan hartanya ….” (Q.S. an-Nisa’: 34)

Di ayat lain, Allah swt berfirman,

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Merupakan kewajiban bapak (orang yang mendapatkan anak) untuk memberikan nafkah kepada istrinya dan memberinya pakaian dengan cara yang wajar ….” (Q.S. Al-Baqarah:233)

Apabila suami tidak memberi nafkah karena sudah tidak bekerja lagi, hal itu bisa ditoleransi selama belum mendapatkan pekerjaan dan tidak bisa bekerja. Tapi jika karena malas dan hanya mengandalkan penghasilan isteri saja maka dia telah berbuat dhalim kepada keluarganya. Pekerjaan apapun dengan pendapatan berapapun,asalkan halal adalah lebih baik daripada tidak bekerja dan tidak bepenghasilan samasekali. Dan berapapun penghasilan suami hendaknya dibelanjakan untuk menfkahi keluarga.

Jika suami tetap malas bekerja dan tidak berusaha maksimal dalam bekerja, sehingga tidak bisa memberi nafkah keluarganya, maka dia bisa mengambil beberapa sikap berikut:

  1. Istri berhak untuk mengajukan ishlah, mengajukan permohonan kepada pihak ketiga untuk memberi nasehat dan masukan agar suami mau mengubah sikapnya dan bertanggung jawab memberi nafkah kepada keluarganya. Pihak ketiga itu hendaknya dipilih karena memiliki kebijaksanaan dalam memandang masalah dan bersikap objektif, tidak memihak suami atau istri, orang ketiga itu bisa tokoh agama, tokoh masyarakat atau keluarga.
  2. Istri bisa memilih untuk bersabar menghadapi suami dengan segala kondisinya. Bersabar karena mempertimbangkan kemaslahatan bagi dirinya dan anak-anaknya, atau alasan lainnya. Dalam kesabaran itu juga ada kebaikan, dan itu juga sikap seorang mukmin. Rasulullah bersabda:” “Sungguh menakjubkan sikap seorang mukmin, segala yang menimpanya dianggap baik. Apabila mendapatkan kesenangan, ia bersyukur, maka itu sangat baik baginya, dan apabila ditimpa penderitaan, ia bersabar, maka itu sangat baik baginya. (H.R. Muslim).
  3. Istri berhak untuk mengajukan gugatan cerai. Allah swt berfirman :

 وَلَا تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَارًا لِتَعْتَدُوا 

Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. (QS. al-Baqarah/2:231). Sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

 لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ

Tidak boleh ada madharat dan tidak boleh memberi madharat (HR. Ibnu Mâjah)

Oleh karena silahkan difikirkan masak-masak apa yang akan Anda pilih sebagai sikap terakhir Anda, semoga Allah swt membimbing kita semua dalam memutuskan sesuatu, sehingga mendapatkan keputusan terbaik.

Adapun kewajiban isteri adalah mengurusi pekerjaan rumah tangga. Mulai urusan mengasuh anak, memasak dan segala macam urusan rumah tangga lainnya. kewajiban ini tidak boleh dibebankan kepada orang lain, apalagi yang dibebani adalah ibu anda, sehingga dampaknya sang ibu mengalami beban mental yang berat, kemudian mempengaruhi emosi ibu anda. karena seharusnya dia punya waktu lebih banyak istirahat, terpaksa tidak bisa menikmat istirahat karena  harus mengasuh cucunya.

Sebaiknya anda mengurangi kegiatan bekerja anda walaupun dampaknya anda akan mengalangi penurunan pendapatan. Semoga dengan berkurangnya pendapatan anda suami anda akan muncul kelakiannya dan sifat tanggung jawabnya kepada keluarga. Sehingga dia akan lebih giat dalam bekerja. Bisa jadi suami anda kurang tangguh karena dia melihat anda terlihat lebih tangguh daripada dirinya. Dan dia semakin mencukupkan diri dengan penghasilan yang kecil,karena dia mengandalkan pernghasilan dan kerja anda. Demikian yang bisa disampaikan, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bishowab.Amin Syukroni, Lc

Sumber: www.konsultasisyariah.net

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.