Ukhuwah Islamiyah

  • Sumo

Allah SWT berfirman: Sesungguhnya orang-orang Mukmin adalah bersaudara. Karena itu, damaikanlah kedua saudara kalian,  dan bertakwalah kalian  kepada Allah supaya kalian  mendapatkan rahmat. (QS. Al Hujurat: 10). Ayat ini merupakan kelanjutan sekaligus penegasan perintah dalam ayat sebelumnya yang memerintahkan untuk mendamaikan kaum Mukmin yang bersengketa. Dan Islam juga memberikan langkah-langkah antisipasi untuk mencegah timbulnya persengketaan, sebagaimana dalam dua ayat berikutnya, dimana Allah melarang beberapa sikap yang dapat memicu pertikaian. Seperti saling mengolok-olok dan mencela orang lain, panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk, banyak berprasangka, mencari-cari kesalahan orang lain, dan menggunjing saudaranya (QS. Al Hujurat: 11-12).

Ayat ini menjelaskan, bahwa dasar ukhuwwah (persaudaraan) adalah kesamaan aqidah/iman, sehingga siapapun orangnya, selama dia seorang mukmin adalah bersaudara. Dan ayat ini menghendaki agar ukhuwah kaum Mukmin benar-benar kuat, lebih kuat daripada persaudaraan karena nasab. Hal itu tampak dari hal-hal sebagai berikut : Pertama, Kata ikhwah dan ikhwan yang merupakan bentuk jamak dari kata akh/akhun, dalam pemakaiannya bisa saling menggantikan. Namun, umumnya kata ikhwah dipakai untuk menunjuk saudara senasab, sedangkan ikhwan untuk menunjuk kawan atau sahabat. Dan dengan digunakannya kata ikhwah dalam ayat ini, untuk menunjukkan dan menyatakan bahwa ukhuwah/persaudaraan kaum Muslim itu lebih daripada sekedar persahabatan atau perkawanan biasa.

Kedua, Ayat ini diawali dengan kata innamâ. Kata innamâ dalam ayat ini memberi makna hasyr/pembatasan. Artinya, tidak ada persaudaraan kecuali antar sesama Mukmin, Ini mengisyaratkan bahwa ukhuwah Islam lebih kuat daripada persaudaraan nasab.  Persaudaraan nasab bisa terputus karena perbedaan agama. Sebaliknya, ukhuwah Islam tidak terputus karena perbedaan nasab. Kemudian Allah berfirman: fa ashlihû bayna akhawaykum (Karena itu,  damaikanlah kedua saudara kalian). Karena bersaudara, maka semestinya dan seyogyanya kehidupan mereka diliputi dengan kecintaan, perdamaian, dan persatuan.  Jika terjadi sengketa dan peperangan di antara mereka, itu adalah penyimpangan, yang harus dikembalikan lagi ke dalam  keadaan yang semestinya, dengan meng-ishlâh-kan mereka yang bersengketa, yakni mengajak mereka untuk mencari solusinya pada hukum Allah dan Rasul-Nya

Kata akhawaykum (kedua saudara kalian) menunjukkan jumlah paling sedikit terjadinya persengketaan.  Jika dua orang saja yang bersengketa sudah wajib didamaikan, apalagi jika lebih dari dua orang. Digunakannya kata akhaway (dua orang saudara) memberikan makna, bahwa sengketa atau pertikaian di antara mereka tidak mengeluarkan mereka dari tubuh kaum Muslim. Mereka tetap disebut saudara. Ayat sebelumnya pun menyebut dua kelompok yang saling berperang sebagai Mukmin. Adapun di-idhafah-kannya kata  akhaway dengan kum (kalian, pihak yang diperintah) lebih menegaskan kewajiban ishlâh (mendamaikan) itu sekaligus menunjukkan takhshîsh (pengkhususan) atasnya. Artinya, segala sengketa di antara sesama Mukmin adalah persoalan internal umat Islam, dan harus mereka selesaikan sendiri.

Selanjutnya Allah Swt. berfirman: wa [i]ttaqû Allâh la‘allakum turhamûn  (dan bertakwalah kalian kepada Allah supaya kalian mendapat rahmat). Takwa harus dijadikan panduan dalam melakukan ishlâh dan semua perkara. Dalam melakukan ishlâh itu, kaum Mukmin harus terikat dengan kebenaran dan keadilan; tidak berbuat zalim dan tidak condong pada salah satu pihak. Sebab, mereka semua adalah saudara yang disejajarkan oleh Islam. Artinya, sengketa itu harus diselesaikan sesuai dengan ketentuan hukum-hukum Allah, yakni ber-tahkîm pada syariat. Dengan begitu, mereka akan mendapat rahmat Allah Swt.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.