Dalam hadits A’isyah r.a. yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, dikisahkan bahwa Nabi saw. datang ke gua Hira’ yang terletak diatas sebuah bukit di pinggir kota Mekah untuk berkhalwat beberapa malam. Kemudian sekembali beliau pulang mengambil bekal dari rumah isteri beliau, Khadijah, datanglah Jibril kepada beliau dan menyuruhnya membaca. Nabi menjawab, “Aku tidak bisa membaca.” Jibril merangkulnya sehingga Nabi merasa sesak nafas. Jibril melepaskannya; sambil berkata lagi, “Bacalah.” Nabi menjawab, “Aku tidak bisa membaca”. Lalu dirangkulnya lagi dan dilepaskannya sambil berkata: “Bacalah.” Nabi menjawab, “Aku tidak bisa membaca” sehingga Nabi merasa payah, maka Jibril membacakan ayat 1 sampai ayat 5 Surat Al-‘Alaq.
Lalu Nabi SAW. dengan gemetar dan ketakutan pulang menemui istri beliau dan mengatakan: “Selimutilah aku! Selimutilah aku!” Nabi lalu diselimuti sehingga hilanglah kegelisahannya. Lalu beliau menceritakan kepada Khadijah apa yang terjadi dan beliau menambahkan: “Aku sangat khawatir apa yang akan terjadi atas diriku.” Khadijah berkata, “Jangan khawatir; dan seharusnya engkau gembira; demi Allah, sekali-kali Tuhan tidak akan menyusahkanmu. Engkau menghubungkan silaturahim, berbicara benar, membantu orang-orang yang tidak mampu, menghormati tamu dan meringankan kesulitan-kesulitan orang yang menderita.”
Kemudian Khadijah membawa Nabi saw menemui Waraqah bin Naufal (anak paman Khadijah) yang beragama Nasrani dan sudah tua lagi buta. Khadijah berkata kepadanya, “Wahai anak pamanku, dengarlah cerita dari anak saudaramu ini!” Lalu Waraqah bertanya: “Apakah yang ingin engkau ketahui wahai anak saudaraku?”. Lalu Nabi saw menceritakan kepadanya apa yang telah terjadi di Gua Hira’. Kemudian Waraqah berkata, “Itu adalah Jibril yang pernah datang menemui Isa as; sekiranya saya ini seorang pemuda yang tangkas dan kiranya saya masih hidup ketika kaummu mengusirmu.” Maka Nabi bertanya, “Apakah mereka akan mengusir aku?” Waraqah menjawab, “Ya! hanya sedikit yang mengemban apa yang engkau bawa ini, dan banyak yang memusuhinya, maka jika aku masih kuat dan hidup di waktu itu pasti aku akan membantumu sekuat tenagaku.” Tidak lama sesudah itu Waraqah pun meninggal dunia. (HR. Bukhari)
Berdasarkan hadis tersebut jelaslah bahwa lima ayat pertama Surat Al-‘Alaq ini adalah ayat-ayat Al-Quran yang pertama kali diturunkan kepada Nabi saw.
Adapun ayat-ayat lainnya diturunkan sesudah tersiarnya berita kerasulan Nabi saw, dan sesudah Nabi mulai mengajak orang-orang beriman kepadanya. Ajakan Nabi ini pada mulanya disambut oleh sebagian kecil orang-orang Quraisy, sedang kebanyakan mereka mengejek-ejek orang yang telah beriman dan berusaha agar jangan beriman kepada agama yang dibawa Muhammad dari Tuhannya.
Tafsir Ayat-ayatnya
(1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. (2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Allah menyuruh Nabi agar membaca sedang beliau tidak pandai membaca dan menulis, maka dengan kekuasaan Allah ini beliau dapat mengikuti ucapan Jibril. Membaca dalam ayat ini bukan sembarang membaca, akan tetapi membaca yang dilandasi dengan tauhid, penghambaan dan pengesaan Allah, sang Pencipta alam semesta. Pelajaran pertama dari wahyu ilahi ini adalah untuk menyadarkan manusia tentang hakekat dirinya, dari mana ia berasal, untuk apa ia diciptakan, dan kemana ia akan pergi setelah meninggal.
Pelajaran lainnya adalah bahwa Allah yang menjadikan dan menciptakan seluruh makhluk Nya dari tidak ada kepada ada, sanggup menjadikan Nabi-Nya pandai membaca tanpa belajar.
Dan secara umum ayat ini mengisyaratkan bahwa umat Islam harus menjadi orang-orang yang berilmu agama (ilmu yang wajib dipelajari yaitu ilmu tentang mengenal Allah, mengenal rasul, dan mengenal islam) dan berwawasan luas sehingga mampu menjadi khalifah di muka bumi.
(3) Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah.
Dalam ayat ini Allah SWT memerintahkan kembali Nabi-Nya untuk membaca, karena bacaan tidak dapat melekat pada diri seseorang kecuali dengan mengulang-ngulangi dan membiasakannya, maka seakan-akan perintah mengulangi bacaan itu berarti mengulang-ulangi bacaan yang dibaca dengan demikian isi bacaan itu menjadi satu dengan jiwa Nabi SAW. sesuai dengan maksud firman Allah dalam ayat yang lain: ”Kami akan membacakan (Al-Quran) kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa”. (QS: Al-A’la: 6)
Nabi saw dapat membaca adalah dengan kemurahan Allah. Dia mengabulkan permintaan orang-orang yang meminta kepada-Nya, maka dengan limpahan karunia-Nya dijadikan Nabi-Nya pandai membaca. Dengan demikian hilanglah keuzuran Nabi SAW. yang beliau kemukakan kepada Jibril ketika menyuruh beliau membaca: “Saya tidak pandai membaca, karena saya seorang buta huruf yang tak pandai membaca dan menulis”.
Pada ayat ketiga ini Allah mensifati dirinya dengan Al-Akrom artinya Yang Maha Mulia. Ya, yang mulia adalah Allah, melihat situasi dan kondisi masyarakat arab saat itu, bahwa mereka saling memperbudak satu dengan yang lain, menganggap diri paling mulia sedangkan yang lain rendah dan hina. Kemuliaan bukan terletak pada nasab (keturunan), kedudukan atau kekayaan. Kemuliaan adalah anugerah Allah kepada orang-orang beriman yang bertaqwa seperti terlukis dalam firman Allah: “Sesungguhnya orang yang paling mulia disisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa” (QS Al-Hujurat: 13).
(4) Yang mengajar (manusia) dengan perantaran qalam.
Kemudian dengan ayat ini Allah menerangkan bahwa Dia menyediakan qalam (pena) sebagai alat untuk menulis, sehingga tulisan itu menjadi penghubung antar manusia walaupun mereka berjauhan tempat. sebagaimana mereka berhubungan dengan perantaraan lisan. Qalam sebagai benda padat yang tidak dapat bergerak dijadikan alat informasi dan komunikasi, maka apakah sulitnya bagi Allah menjadikan Nabi-Nya sebagai manusia pilihan-Nya bisa membaca, berorientasi dan dapat pula mengajar.
Allah menyatakan bahwa Dia menjadikan manusia dari segumpal darah lalu diajarinya berkomunikasi dengan perantaraan qalam. Pernyataan ini menyatakan bahwa manusia diciptakan dari sesuatu bahan hina dengan melalui proses, sampai kepada kesempurnaan sebagai manusia sehingga dapat mengetahui segala rahasia sesuatu, maka seakan-akan dikatakan kepada mereka, “Perhatikanlah hai manusia bahwa engkau telah berubah dari tingkat yang paling rendah hingga tingkat yang paling mulia, hal mana tidak mungkin terjadi kecuali dengan kehendak Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Bijaksana menciptakan segala sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya.”
(5) Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Kemudian dalam ayat ini Allah menambahkan keterangan tentang limpahan karunia-Nya yang tidak terhingga kepada manusia, bahwa Allah yang menjadikan Nabi-Nya yang tidak terhingga kepada manusia, bahwa Allah yang menjadikan Nabi-Nya pandai membaca. Dialah Tuhan yang mengajar manusia bermacam-macam ilmu pengetahuan yang bermanfaat baginya yang menyebabkan dia lebih utama dari pada binatang-binatang, sedangkan manusia pada permulaan hidupnya tidak mengetahui apa-apa. Oleh sebab itu apakah menjadi suatu keanehan bahwa Dia mengajar Nabi-Nya pandai membaca dan mengetahui bermacam-macam ilmu pengetahuan serta Nabi saw sanggup menerimanya.
Dengan ayat-ayat ini terbuktilah tentang tingginya nilai membaca, menulis dan berilmu pengetahuan. Andaikata tidak karena qalam niscaya banyak ilmu pengetahuan yang tidak terpelihara dengan baik. banyak penelitian yang tidak tercatat dan banyak ajaran agama hilang pengetahuan orang dahulu kala tidak dapat dikenal oleh orang-orang sekarang baik ilmu, seni dan ciptaan-ciptaan mereka.
Demikian pula tanpa pena tidak dapat diketahui sejarah orang-orang yang berbuat baik atau yang berbuat jahat dan tidak ada pula ilmu pengetahuan yang menjadi pelita bagi orang-orang yang datang sesudah mereka. Lagi pula ayat ini sebagai bukti bahwa manusia yang dijadikan dari benda mati yang tidak berbentuk dan tidak berupa dapat dijadikan Allah menjadi manusia yang sangat berguna dengan mengajarinya pandai menulis, berbicara dan mengetahui semua macam ilmu yang tidak pernah diketahuinya. (bersambung) (MM).