Zakat Maal Hutang Orangtua

  • Sumo
Pertanyaan: Jadi ada seorang bapak yang sudah meninggal dan meninggalkan hutang yang cukup banyak ke beberapa orang karena selama hidup pekerjaannya berkaitan dengan jual beli jadi banyak berurusan dengan orang yang belum diselesaikan, dan selama ini anak-anaknya yang mencicil hutang orangtuanya tersebut hanya saja masih belum lunas seluruhnya mengingat banyaknya hutang yang ditinggalkan, aset yang bisa dijual juga sudah tidak ada. Beliau juga tidak memiliki warisan harta untuk anak-anak nya karena bisnisnya yang Qadarullah bangkrut.
Jika pada saat waktunya anak-anaknya membayar zakat mal saat sudah mencapai haulnya, apakah boleh jika zakat mal yang biasa dikeluarkan kepada 8 golongan, untuk kali ini digunakan untuk membayar hutang bapaknya yang sudah meninggal tersebut?
 
Jawaban: Asal hukumnya, bahwa zakat tidak diperbolehkan diberikan kepada pokok keturunan mereka adalah ayah, ibu, kakek dan nenek. Begitu juga tidak diperbolehkan (diberikan kepada) cabang keturunan mereka adalah anak lelaki, anak perempuan, dan cucunya. Hal itu karena nafkah kepada mereka adalah wajib.

Jadi, kalau diberikan zakat agar gugur kewajiban nafkah kepada orang tua, maka hukumnya terlarang, karena nafkah orang tua itu adalah tanggungjawab anak anak. Sementara melunasi hutang dua orang tua itu bukanlah tanggungjawan anak, artinya tidak diwajibkan kepada anaknya. Maka karenanya tidak mengapa zakat anak dikeluarkan untuk melunasi hutang orang tua.

Telah ada dalam ‘Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, (23/177): “Malikiyah, Syafiiyah dan Ibnu Taimiyah dari Hanabilah berpendapat : “Kalau tidak diharuskan memberikan nafkah kepadanya, maka diperbolehkan memberikan (zakat) kepadanya.” Selesai

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya, “Apa hukum membayar zakat kepada asal (keturunan) dan kepada cabang (keturunan)?

Beliau menjawab, “Membayar zakat kepada asal dan cabang (keturunan) maksudnya adalah kepada ayah dan ibunya garis keturunan sampai ke atas. Dan kepada anak lelaki dan anak perempuan sampai garis keturunan ke bawah. Kalau dalam rangka menggugurkan kewajiban (nafkah) kepadanya, hal itu tidak diperbolehkan. Seperti kalau membayar zakat agar gugur nafkah wajib kepadanya dan tercukup dengan zakat. Kalau bukan untuk menggugurkan kewajiban kepadanya, maka hal itu diperbolehkan. Seperti melunasi hutang ayahnya yang masih hidup. Atau memberikan kepada cucu sementara hartanya tidak mencukupi untuk memberikan nafkah kepadanya, kepada istri dan anak-anaknya. Maka kondisi seperti itu diperbolehkan memberikan zakat kepada cucunya. Karena memberi nafkah pada kondisi seperti ini tidak wajib. Memberikan zakat kepada asal dan cabang (keturunan) dalam kondisi yang diterima itu lebih baik dibandingkan diberikan kepada orang lain. Karena hal itu termasuk shodaqah dan menyambung kekerabatan.” Selesai dari ‘Majmu’ Faatawa, (18/415).

Kesimpulannya, anak in syaa Allah diperbolehkan membayar zakat hartanya kepada orang tuanya atau sebaliknya, kalau sekiranya dia mempunyai hutang dan tidak mampu melunasinya. Demikian, semoga Allah berkenan untuk memberikan kemudahan, taufiq dan ridho-Nya. Wallahu a’lam bishshawaab.(Agung Cahyadi, MA)

Sumber: www.konsultasisyariah.net

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses