Allah subhanahu wata’ala dalam Al Qur’an surat Al Mukminun ayat pertama berfirman yang artinya: “Sungguh, beruntunglah orang-orang mukmin”. Di dalam ayat pertama surat Al-Mu’minun ini, Allah menggunakan kata yang arti terminologinya adalah Beruntung. Namun di dalam tafsir-tafsir terkemuka kata tersebut bermaksud: akan selalu sukses, sakinah (bahagia/tenteram) bagi batinnya, dan berdampak pada kesuksesan lain berikutnya. Jadi sungguh beruntung seorang mu’min itu karena ia akan selalu sukses, tenteram batinnya dan kesuksesan saat ini akan berdampak pada kesuksesankesuksesan berikutnya.
Lalu bagaimana agar kita sebagai umat muslim selalu sukses? Marilah kita lihat ayat-ayat berikutnya pada surat Al-Mu’minun. Ayat-ayat ini bisa dikatakan merupakan ciri-ciri seorang muslim yang sukses. Oleh sebab itu, dengan mencoba melakukan hal-hal yang menjadi ciri-ciri tersebut, Insya Allah kita akan selalu sukses. Allah swt berfirman: “(yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara shalatnya.” (QS. Al-Mu’minun: 2-9)
Sebagaimana yang digambarkan pada bagan di bagian awal tulisan ini, ciri pertama muslim sukses adalah Shalat Yang Khusyu’ (ayat kedua). Mari kita perhatikan salah satu doa yang terdapat di dalam shalat, yaitu doa duduk di antara dua sujud:
Robbighfirli: ya Allah, ampunilah dosaku. Cobalah membacanya ketika sholat kita rasakan betapa diri ini telah bergelimang dosa, hina dan kita ingin benar-benar bertobat (taubatan nashuha).
Warhamni: sayangilah aku. Rasakan bahwa kita ingin sangat dekat dengan Allah, sehingga Allah akan menyayangi kita. Bukankah orangorang terdekat dengan kita -seperti orang tua kita- adalah orang-orang yang amat menyayangi kita? Jadi maknailah bila tidak sayang, berarti Allah tidak akan perhatian kepada kita.
Wajburnii: Cukupkanlah aku. Mohonlah dengan sangat agar kebutuhan kita tercukupi. Pada zaman Tabi’it, ada seorang syekh yang memperhatikan seorang jamaah mesjid yang setelah shalat langsung pergi. Akhirnya syekh tersebut bertanya dan membuat perumpamaan, “Apakah kamu tidak butuh kepada Allah? Aku bahkan sampai garam pun aku minta kepada Allah.”
Warfa’nii: angkatlah derajatku. Mohonlah dengan sangat bahwa hanya dengan diangkatnya derajat, kita sukses bekerja dan beramal serta menduduki pangkat atau jabatan tertentu.
Warzuqnii: berilah aku rezeki (yang halal). Renungkanlah bahwa tanpa rezeki Allah yang tidak terhitung ini, kita tidak akan bisa shalat, makan, bekerja, atau bahkan mungkin nafas kita telah putus. Kepahaman yang meningkat terhadap Islam juga merupakan rezeki Allah, maka mintalah juga.
Wahdinii: bimbinglah aku. Mohonlah agar senantiasa Allah memberikan bimbingan hidayah kepada kita, karena tidak semua orang dibimbing ke jalan Allah
Wa’afihii: sehatkanlah aku. Renungkanlah tanpa kesehatan kita tidak bisa menikmati rezeki dan nikmat Allah yang lain. Dan jujurlah pada umur kita, seberapa banyak kebaikan yang telah kita perbuat, masih sangat sedikitkah? Oleh karena itu, kita butuh kesehatan yang baik untuk senantiasa menabung kebaikan (amal).
Wa’fuanni: maafkanlah aku. Terakhir ditutup dengan kata ini, supaya Allah bisa memaafkan kesalahan kita di masa depan bila kita telah lalai.
Dari doa yang singkat seperti itu saja, bila kita merenungi maknanya maka sungguh akan membawa kita kepada kekhusyu’an yang sangat dalam pada sholat kita.
Lalu apa berikutnya? Pada ayat ketiga secara tersirat disebutkan: Produktif. Menjadi orang yang produktif itu tidak mudah. Fenomena sekarang, banyak sekali orang-orang yang rajin sholat ke masjid, tetapi kemudian melakukan perbuatan yang melalaikan. Padahal ia telah berdoa dalam sholat dengan khusyu’
Lalu seperti apa orang-orang yang produktif itu? Yaitu orang-orang yang kata-kata maupun tindakannya tidak sia-sia. Setiap ucapannya terjaga, hanya mengatakan yang baik, tidak menjelek-jelekan (ghibah) orang lain. Setiap tindakannya (pekerjaannya) membawa manfaat baik orang lain. Ia bekerja dengan sungguh-sungguh, tidak menyia-nyiakan waktu. Bukankah Rasul mengingatkan, “Sebaik-baiknya muslim adalah yang paling bermanfaat baik orang lain”?
Setelah itu, bila seseorang produktif dalam perkataan dan pekerjaannya, maka ia akan sukses harta. Karena ia muslim, maka ia mampu mengendalikan hartanya. Ia tidak lupa untuk Menunaikan Kewajiban Zakat (ayat keempat). Kesuksesan harta juga tidak membuat ia lupa sehingga menuruti hawa nafsunya. Ia Menjaga Kehormatannya, tidak menyalahgunakan hartanya untuk bermaksiat atau berzina kepada yang bukan haknya (ayat 5-7). Muslim yang sukses juga mampu Menunaikan Setiap Amanah & Janji yang diberikan kepadanya (ayat 8). Setiap amanah jabatan yang ia pikul tidak ia salah gunakan. Setiap amanah tugas yang dia emban, mampu yang selesaikan dengan baik. Setiap janji yang ia ucapkan selalu ia usahakan untuk ditepati.
Allah swt menutupnya dengan Memelihara Shalatnya (ayat 9). Maksudnya, setiap muslim yang sukses, kemudian ia kaya raya, ia tidak melupakan shalat. Shalatnya tetap terpelihara secara khusyu’, agar segala yang kesuksesan yang ia miliki berlanjut dan berdampak pada kesuksesan yang lain. Jadi, shalat itu kalau benar akan memberikan energi spiritual yang luar biasa kepada yang melaksanakannya. Energi spiritual inilah yang akan mewarnai segala perilaku dan ucapan kita. Setelah ayat 1-9, kemudian Allah berjanji: Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (ya’ni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. [QS. Al-Mu’minuun:10-11]. (aar)