Keimanan dan Ketaqwaan merupakan dua istilah yang tidak mungkin bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Karena kedua istilah mempunyai kaitan causalitas yang saling berhubungan. Adanya yang satu akan menjadi penyebab adanya yang lainnya dan tidak ada yang satunya akan menyebabkan ketiadaan yang lainnya. Seperti layaknya adanya malam dan adanya siang, keduanya akan selalu berdampingan dan menjadi sulit untuk dipisahkan..
Perintah Allah swt terkait dengan kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan yang terdapat dalam surat Al Baqarah ayat 183 mencantumkan kata iman dan taqwa menjadi sebagai bagian penting dari perintah berpuasa pada ayat tersebut. Dalam ayat tersebut Allah swt memerintahkan ibadah puasa ramadhan kepada orang-orang yang beriman. Kenapa hanya orang-orang yang beriman yang diperintahkan berpuasa? Kenapa ibadah puasa harus dilaksanakan oleh orang-orang beriman? Itulah pertanyaan-pertanyaan yang kemungkinan akan muncul kemudian.
Jawabannya sudah ada dalam ayat tersebut yaitu supaya mereka bisa mencapai kepada derajat ketaqwaan. Disamping jawaban tersebut mungkin ada beberapa jawaban yang menguatkan jawaban diatas. Diantara jawabannya adalah mungkin karena hanya orang-orang yang beriman saja yang kuat dan bisa melaksanakan perintah puasa tersebut. Atau mungkin karena hanya orang-orang beriman saja yang bisa ditingkatkan hatinya untuk mencapai derajat ketaqwaan. Atau mungkin karena hanya orang-orang beriman saja yang bisa melaksanakannya perintah tersebut dengan penuh amanah dan keikhlasan.
Menuju jalan untuk mencapai derajat ketaqwaan memang harus didahului dengan meniti jalan keimanan. Karena tidaklah mungkin derajat ketaqwaan bisa diperoleh tanpa didahului dengan menelusuri jalan keimanan yang panjang dan penuh cobaan. Karena tidak mungkin orang-orang yang tidak beriman atau tidak yakin akan keberadaan Allah swt, yang begitu dekat dan selalu mengawasi seluruh gerak-gerik manusia, akan bisa menjadi orang yang takut kepada Allah swt. Tidak mungkin orang-orang yang tidak beriman kepada adanya segala pembalasan di hari akhirat akan bisa menjadi orang yang takut kepada Allah swt. Tidak mungkin orang-orang yang tidak percaya kepada Allah swt akan menjadi orang yang selalu berharap akan segala pertolongan-Nya.
Karena hakekat ketaqwaan itu adalah takut kepada Allah swt serta hanya mengharap balasan dari Allah swt atas semua perbuatan yang telah dikerjakannya. Dan itu hanya bisa dilakukan hanya oleh orang-orang yang beriman. Karena hanya orang-orang beriman saja yang memiliki rasa takut kepada Allah swt. Dan hanya orang-orang yang beriman saja yang memiliki rasa pengharapan dan balasan dari Allah swt. Itulah hakekat ketaqwaan seseorang. Perasaan takut dan harapnya hanya kepada Allah swt inilah yang selalu menjadi patokan utamanya dalam menjalani kehidupannya.
Hakekat seperti itulah yang telah dipahami oleh orang-orang beriman sepanjang masa sejak agama Islam ini diajarkan pertama kali oleh Rasulullah saw. Ketika suatu saat sahabat Umar bin Al Khattab ra bertanya kepada sahabat Ubay bin Ka’ab ra tentang hakekat taqwa, sahabat Ubay ra menjawab: Bukankah anda pernah melewati jalan yang penuh duri? Umar ra menjawab: Ya, pernah. Ubay ra bertanya lagi: Apa yang anda lakukan saat itu? Umar ra menjawab: Saya bersiap-siap/waspada dan berjalan dengan hati-hati. Ubay ra spontan menjawab: Itulah Taqwa.
Berhati-hati dan selalu waspada dalam menjalani kehidupan, agar tidak terpalingkan hatinya dari beribadah kepada Allah swt adalah ciri orang-orang bertaqwa. Ibadah sholat, ibadah puasa, zakat, haji dan yang lainnya adalah sarana-sarana yang berikan kepada manusia agar manusia bisa terjaga hatinya selalu dekat dengan Sang Penciptanya. Dan hati yang selalu merasakan adanya kedekatan dengan Allah swt (muroqobatullah) itulah yang akan mengantarkan manusia kepada derajat ketaqwaan.
Bagi orang-orang yang bertaqwa, kehidupan dunia ini bukanlah segala-galanya. Oleh karena apa saja yang didapatkan selama hidupnya, mereka baktikan untuk menunjang peribadatan kepada Tuhannya. Sebaliknya apabila ada sebuah keinginan yang belum bisa dicapainya selama hidup di dunia ini, mereka tidak berputus asa. Karena mereka berkeyakinan bahwa apa yang belum diberikan Allah swt kepada hambanya di dunia, akan diterima nanti di akhiratnya.
Semua orang tentu sudah mengetahuinya bahwa kehidupan di dunia ini sementara. Manusia yang tadinya tidak ada menjadi ada (hidup). Kemudian yang tadinya ada akan menjadi tidak ada kembali (mati). Waktu yang diberikan kepada manusia untuk hidup di dunia ini juga sangat terbatas. Ada yang diberi waktu (usia) seratus tahun, delapanpuluh tahun, limapuluh tahun dan lain sebagainya. Waktu (usia) manusia hidup terhitung sangat pendek dibandingkan dengan usia dunia (bumi) yang sudah ada selama ratusan ratusan juta tahun yang lalu. Lebih dari ratusan juta orang yang sudah pernah menempati dunia ini dan kemudian mereka menghilang dan meninggalkan dunia ini dengan amalan masing-masing.
Meskipun sudah diketahui bahwa kehidupan dunia ini sangat singkat, tetapi banyak manusia yang mudah terlena dengan segala yang ada di dalamnya. Karena dunia memang begitu memikat dan berpotensi bisa melupakan seseorang dari tujuan utama hidupnya. Tetapi bagi orang-orang beriman, mereka berkeyakinan bahwa ada misi besar yang harus diemban selama menjalani hidup di dunia ini. Misi besar itu adalah ibadah kepada Allah swt (Surat Ad Dzariat 56).