Kesombongan Manusia

  • Sumo

Manusia diciptakan dalam keadaan lemah. Pada seluruh sisi kemanusiaannya pasti ada kelemahan. Pada seluruh aktifitas hidupnya pasti ada kelemahan. Pada seluruh capaian-capaiannya pasti ada kelemahan. Terbukti manusia seringkali tidak pernah puas dengan karirnya meskipun pada mulanya ia merasa puas bahkan bangga. ”Allah hendak memberikan keringanan kepada kalian, karena manusia diciptakan (bersifat) lemah.” (QS. An-Nisa’: 28)

Meskipun manusia bersifat lemah  pada semua sisi dan sudut pandang mana saja, tapi mampu menyumbangkan bergudang-gudang karya dan prestasi yang  amat menakjubkan bahkan ia sendiri terheran-hearan dan tidak percaya bahwa dirinya telah menunjukkan karya-karya yang sedemikian hebatnya.

Di sinilah  persoalannya, manusia seringkali lupa terhadap dirinya sendiri. Terlena oleh kemajuan karya-karanya. Terpedaya dengan sanjungan  pada karya dan dirinya. Sementara Pemilik semua pujian tidak diberikan. Kehebatan, keluarbiasaan milik dirinya. Hasil ketekunan dari kegigihan dan perjuangannya. Bukan karunia-Nya.  Kian tinggi prestasinya semakin memperkuat kesombongannya. Semakin memuncak kreasi dan inovasinya menambah kebutaan matahatinya. Bertambah sibuk  ia mendulang dengan mudah kehebatan dunianya , dia semakin jauh,  dia   tidak butuh pada Tuhannya. Dia telah menciptakan manusia dari dari mani, ternyata dia menjadi Pembantah yang nyata.” (QS.An-Nahl: 4)

Ketika  peringkat kecerdasannya semakin meninggi, manusia begitu mudahnya  mewujudkan impian. Apa yang diinginkan seakan bagai tombol otomatis, terwujud semuanya. Lagaknya semakin membahayakan dirinya. Seolah-olah dialah yang menentukan arah hidupnya sendiri. Dialah yang paling tahu mana yang terbaik bagi kehidupannya. Dialah yang paling tepat dan akurat mengatur kehidupannya.  Dialah yang berkuasa  bukan Tuhan yang menciptakannya. Bukan Tuhan yang mengabulkan dan memenuhi semua usaha dan keinginannya. Bukan Allah. Sikap ini amat berbahaya! ”Celakalah  pada hari itu, bagi orang yang mendustakan! (yaitu) orang-orang yang mendustakannya(hari pembalasan). Dan tidak ada yang mendustakannya (hari pembalasan) kecuali setiap orang yang melampaui batas dan berdosa. Yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berkata, ”Itu adalah dongeng orang-orang dahulu.” (QS. Al-Muthaffifin: 10-13)

Sungguh lancang jika manusia yang diciptakan berani menyalahkan firman dari Sang Penciptanya sendiri? Sungguh berani manusia  yang akal fikirannya dikaruniai Allah kemudian digunakan untuk menentang dan merendahkan firman-Nya?. Sungguh nekad manusia yang tidak mampu menciptakan apapun seperti menciptakan sehelai rambut, menolak kebaikan Sang Penciptanya?. Kebaikan itu berupa kebahagiaan, kemuliaan dan kejayaan di dunia dan akhirat dengan mengikuti petunjuk dan arahan dari firman-firman-Nya.  Sombong  sekali !.  Bila ada pilihan lain dan diyakini lebih baik dan lebih menguntungkan dari aturan-aturan Allah Yang Maha Alim dan   Bijaksana. Pilihan lain berarti tertuju pada hasil pikiran makhluk ciptaan Allah.   Sebenar-benarnya sikap seperti ini manusia manapun tidak akan sepakat kecuali manusia yang keluar dari sifat asasi kemanusiaannya. Seperti yang Allah gambarkan dalam surah Al-A’raf: 179. ”Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahannam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka memiliki telinga (tetapi) tidak dipergunakan untuk mendengarkan(ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah”.

Yang Sebenarnya

Bisakah diterima akal bila manusia lebih sempurna dari Tuhannya?  Bisakah dicerna akal bila manusia lebih kuat dari Penciptanya?  Bisakah disepakati akal bila manusia lebih kaya dari Yang Maha Pemberi?  Bisakah difahami akal bila manusia lebih berilmu dari Allah Yang Maha Alim? Bisakah di benarkan  akal jikawilayah kekuasaan manusia lebih luas dari Allah?

Allah hanya berkuasa mengatur beberapa pojok kehidupan? Masjid, kuburan, pondok pesantren, tempat walimah, dan tempat sunatan? Sementara manusia adalah makhluk ciptaan Allah, bersifat lemah dan serba kekurangan tetapi punya wilayah kekuasaan yang jauh sangat lebih luas? Jangankan menerapkan ajaran-Nya membicarakannya saja tidak boleh. Jika demikian sungguh ini merupakan sikap yang amat aneh  apalagi dia seorang Muslim yang setiap hari pasti membaca ayat ini minimal 17 kali: Segala puji bagi Allah, Rabb seluruh alam”. (QS. Al-Fatihah: 2)

Rabb itu maknanya Khaliq (Yang menciptakan), Mudabbir (Yang mengatur) dan Raziq (Yang memberi rizki).  Berarti siapa mengatur seluruh alam ini?  Allah. Alam adalah siapapun dan apapun selain Allah. Maka Allahlah yang berhak mengatur semua tempat, segala waktu dan segala aktivitas manusia dengan menurunkan agama Islam. Karena itu mungkinkah manusia lebih berkuasa daripada Allah?  Termasuk ketika seorang muslim berpolitik dan berkuasa pijakannya kepada selain Islam? 

Islam bersifat universal dan integral. Islam membimbing manusia dan bisa diterapkan  untuk menggapai kemuliaan, kejayaan dan kebahagiaan hakiki di manapun, kapanpun dan pada bidang apapun. Kenapa cocok dan selalu pas? Jelas demikian karena Islam bukan produk manusia yang punya seabreg kelemahan. Tetapi Islam adalah anugerah Allah, Sang Pencipta alam semesta ini. Wallahu a’lam bisshowab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses