Menggambar Makhluk Hidup

  • Sumo

Pertanyaan: izin mau bertanya, bagaimana hukumnya membuat gambar atau video makhluk hidup baik itu manusia atau hewan melalui bantuan AI dengan tujuan kebaikan dan tidak melanggar syariat misalnya tidak memperlihatkan aurat dan sebagainya.

Jawaban: Secara umum, terdapat dua pandangan utama :
Sebagian ulama berpegang teguh pada keumuman hadits-hadits shahih yang melarang pembuatan gambar makhluk bernyawa dan mengancam pelakunya dengan azab keras di hari kiamat, di mana mereka akan diminta untuk menghidupkan gambar yang mereka buat. Menurut pandangan ini, alat yang digunakan (tradisional atau AI) tidak mengubah hukum dasarnya, dan tujuannya, meskipun baik, tidak menghapuskan larangan pokok tersebut. Alasan utama larangan ini adalah untuk mencegah kemusyrikan (penyembahan berhala) dan menghindari perbuatan menandingi ciptaan Allah.
Sebagian ulama lain, termasuk beberapa ulama kontemporer seperti Syekh Yusuf Qardhawi, cenderung membolehkan gambar atau video digital, termasuk yang dibuat dengan AI, dengan beberapa pengecualian dan syarat syarat yang ketat, dianytaranya :
Gambar tersebut tidak boleh menjadi sarana menuju kesyirikan. 
Diperbolehkan jika ada kebutuhan yang jelas, seperti untuk tujuan pendidikan (edukasi), ilmu kedokteran, dokumentasi, atau media dakwah yang bermanfaat, asalkan materinya tidak melanggar syariat (misalnya, tidak menampilkan aurat).
 
Ada pandangan yang membedakan antara patung (memiliki bentuk tiga dimensi dan bayangan) yang lebih ketat larangannya, dengan gambar digital (dua dimensi) yang dianggap lebih ringan hukumnya.
 
Karena adanya perbedaan pendapat yang sah di kalangan ulama, keputusan untuk membuat atau menggunakan gambar/video AI makhluk hidup kembali kepada keyakinan dan kemantapan hati anda setelah mengkaji berbagai pandangan tersebut. Jika tujuannya murni untuk kebaikan (dakwah/edukasi) dan sangat berhati-hati dalam menjaga adab serta tidak ada unsur yang melanggar syariat (seperti pornografi, pemujaan, atau menandingi ciptaan Tuhan), sebagian ulama memandang hal tersebut masuk dalam kategori yang dimaafkan atau bahkan diperbolehkan karena adanya maslahat (kebaikan) yang ingin dicapai. Demikian, semoga Allah berkenan untuk memberikannkemudahan, taufiq dan ridho-Nya. Wallahu a’lam bishshawaab
 
Sumber: www.konsultasisyariah.net
 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses