Saudaraku, Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam, diperintahkan Allah untuk membebaskan masyarakat Arab saat itu dari krisis moral dan sosial. Pada awal kenabiannya, beliau ditolak secara kasar oleh kaumnya dengan cara: Mengancamnya, Menyiksa pengikutnya, Merusak karakternya dengan menyebar berita hoax terkait beliau dan agamanya, Memboikot keluarga dan pengikutnya dari hubungan kerja dan pergaulan
Saat itu masyarakat Arab mengembangkan diri dengan berdagang lintas negara (bukan memerangi negara lain), dimana pada musim panas mereka berdagang ke Syam dan pada musim dingin ke Yaman. (QS.AL-Quraisy : 1-2). Bisnis tersebut menciptakan kemakmuran sekaligus memunculkan kesenjangan sosial, sehingga seruan dakwah Nabi SAW, ditolak oleh masyarakat atau tepatnya oleh elit Arab, karena kuatir jika kelak dominasi agama Nabi akan berdampak pembelengguan pada praktek penguasaan kekayaan dan kenyamanan sosial yang sudah lama mereka nikmati.
Alhamdulilah, dalam waktu singkat Islam diterima dan berkembang di tataran kelas bawah masyarakat Arab (dan diterima oleh beberapa elitnya), karena figur Nabi SAW, betul betul sangat dicintai. Mengapa? Nabi SAW, selalu menunjukkan kasih sayang, kepedulian, dan menciptakan kesetaraan, sehingga yang terpinggirkan merasa diterima di tengah masyarakat. Nabi SAW, selalu bersedia bergaul dan membela hak-hak mereka, dan memperlakukan mereka dengan sangat hormat. Allah SWT, akan segera mengingatkan Nabi SAW, jika beliau terkesan kurang memprioritaskan orang miskin. (QS.’Abasa : 1 – 4, QS.Al-Kahf : 28 dan QS.Ad-Dhuha : 10).
Seruan dakwah diklaim sukses dengan indikasi dakwah tersebut didukung dan bisa menggerakkan kalangan tertindas untuk terlibat penuh dalam aktivitasnya. Dalam kurun waktu sepuluh tahun Nabi di Madinah mampu mewujudkan masyarakat ideal yang sangat egaliter, karena status manusia hanya diukur dari ketaqwaannya.
Setidaknya ada lima langkah yang ditempuh nabi dalam membentuk masyarakat Islam saat itu:
- Pertama, menghijrahkan dengan sukses para pengikutnya dari keterpurukan di tempat asal (Mekkah) menuju ketentraman di tempat baru (Madinah Munawwarah).
- Kedua, mendirikan masjid yang diberi nama Baitullah (rumah Allah), yang selain menjadi tempat ibadah, juga menjadi sentral kegiatan umat tanpa membedakan status sosial.
- Ketiga, mempersaudarakan kelompok Anshar (penduduk asli Madinah) dan Muhajirin (pendatang dari Mekkah), hingga sepeninggal Nabi, kelompok Anshor tak mempermasalahkan saat Abu Bakar RA, yang Muhajirin terpilih sebagai pemimpin di Madinah.
- Keempat, Membuat Piagam Madinah agar antara kaum muslimin dengan non-muslim bebas konflik. Dimana saat itu penduduk Madinah saat terbagi menjadi tiga golongan besar : Kaum muslimin, Yahudi ( Bani Nadhir dan Quraidhah) dan bangsa Arab yang masih menyembah berhala.
- Kelima, meletakkan dasar politik, ekonomi dan sosial bagi terbentuknya “masyarakat baru” yang bertauhid, demokratis, berperadaban, dan tidak korup.
Allah senantiasa mempergilirkan kenikmatan atau kemenangan, dengan hikmah agar tak ada kesombongan saat manusia sedang di puncak kesuksesan. “Dan Kami hendak memberi karunia bagi orang-orang yang tertindas di bumi itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi bumi” (QS.AL-Qosshos : 5)
Ya Rahman…, Jangan hinakan kami dengan kesombongan saat kami sedang di atas dan muliakan kami dengan sifat syukur dan selalu menjaga izzah saat kami sedang di bawah. (@msdrehem)