Was-was Dzihar

  • Sumo

Pertanyaan: Saat ini saya sedang menghadapi was-was dzihar. Suami saya pernah mengatakan sesuatu ke saya. Waktu itu suami saya sedang maaf pegang payu*ara saya. kemudian dia bilang “seperti waktu kecil ngempeng sama mama” atau bilang ” teringat waktu kecil ngempeng sama mama”. Apakah ini termasuk dzihar?, saya sudah menanyakannya kepada suami dan dia menjawab sama sekali tidak ada niat mendzihar. mungkin suami saya hanya bercanda tanpa niat dzihar. Apakah kami berdosa? dan apakah kami kami harus membayar kafarat?

Jawaban: Dari uraian kejadian yang anda sampaikan pada pertanyaan diatas, tidak kami dapati telah terjadi dzihar. Karena pada uraian diatas tidak ada ungkapan suami yang menyerupakan istrinya dengan mahram, dengan tujuan memutuskan hubungan dengan istrinya/talak.

Dzihar berasal dari kata dzarh artinya punggung. Dzihar adalah ungkapan suami kepada istrinya yang menyerupakan istrinya dengan salah satu mahramnya, seperti menyamakan istrinya dengan ibunya, saudara perempuannya dalam hal haramnya berhubungan badan dengannya. Tidak semua ungkapan yang menyerupakan istri dengan mahram disebut dzihar.

Dzihar pada masa jahiiah adalah salah satu ungkapan yang dipakai suami untuk menceraikan istrinya. Dzihar hukumnya haram. Allah berfirman:

الَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْكُمْ مِنْ نِسَائِهِمْ مَا هُنَّ أُمَّهَاتِهِمْ إِنْ أُمَّهَاتُهُمْ إِلَّا اللَّائِي وَلَدْنَهُمْ وَإِنَّهُمْ لَيَقُولُونَ مُنْكَرًا مِنَ الْقَوْلِ وَزُورًا وَإِنَّ اللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌ

Artinya, “Orang-orang yang menzhihar istrinya (menganggapnya sebagai ibu) di antara kamu, istri mereka itu bukanlah ibunya. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah perempuan yang  melahirkannya. Sesungguhnya mereka benar-benar telah mengucapkan suatu perkataan yang mungkar dan dusta. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pemaaf lagi,” (QS. Al-Mujadalah:2).

Pada masyarakat Indonesia tidak dikenal tradisi dzihar, sehingga hampir bisa dikatakan tidak pernah terjadi kasus dzihar.

Adapun sebagian suami menyamakan istrinya dengan salah satu mahramnya, seperti ibunya atau saudara perempuan dalam hal kesamaan sifat, bentuk tubuh dan lain sebagainya dengan tujuan memuji atau tujuan lainnya, seperti perkataan suami kepada istrinya: ”kamu cantik seperti ibuku, kamu cekatan seperti saudariku, rambutmu panjang seperti rambut nenekku”, hal-hal yang seperti itu bukan termasuk dzihar, karena tujuannya bukan untuk mentalak. Demikian yang bisa disampaikan. Semoga bermanfaat. Wallahua a’lam bishawab. (Amin Syukroni, Lc)

Sumber: www.konsultasisyariah.net

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses